Press "Enter" to skip to content

Menyusuri Amsterdam, Kota Air Penuh Sejarah

Oleh: Al-Zastrouw Ngatawi (Foto: Willis Pinidji)

Untuk mengisi waktu luang, Selasa (27/3/2018) malam, sepulang dari KBRI Den Haag, beberapa musisi Ganjur memberikan choaching clinic (kursus singkat) bermain rebana pada grup rebana ‘Tombo Ati’ di masjid Al-Hikmah, Den Haag, Belanda.

Para pemain grup rebana ini adalah anak-anak Indonesia yang ada di Belanda. Profesi mereka juga beragam mulai mahasiswa, pegawai KBRI sampai buruh serabutan. Saat latihan suasana Islam Nusantara benar-benar terasakan. Beberapa imigran dari Maroko dan Turki yang kebetulan habis shalat di masjid ikut menyaksikan.

 

Rabu pagi, rombongan berangkat ke Amsterdam untuk mengisi dialog. Sambil menunggu waktu dialog di sore hari, kami jalan-jalan melihat suasana kota Amsterdam yang asri dan rapi. Cuaca dingin dengan suhu 5 derajat dan hujan rintik-rintik yang terus turun sepanjang hari tidak menyurutkan niat kami untuk menyusuri jalan-jalan Kota Amsterdam, kota metropolitan di Netherland yang dibangun 700-an tahun silam tepatnya pada 1250 M.

Meski terletak di bawah permukaan laut, kota ini terlihat indah dan nyaman. Seperempat bagian dari kota ini adalah kanal dan saluran air yang total panjangnya mencapai 100 km dengan 1500-an jembatan. Yang menarik semua kanal di Amsterdam airnya bersih dan jernih tak ada pencemaran dan sampah. Semua terjaga dan terpelihara secara baik, sehingga kanal ini bisa menjadi sarana transportasi yang indah dan nyaman. Kita bisa masuk ke lorong-loring kota lewat kanal-kanal yang berair bersih dengan menggunakan taksi air.

Kondisi ini menunjukkan bahwa Amsterdam (Belanda pada umumnya) mememiliki manajemen air yang sangat baik dan canggih. Di Amasterdam sendiri ada pintu air raksasa yang disebut Maeslantkering. Pintu air ini dibangun pada 1990 dengan panjang 600 meter, dan dilengkapi dengan sensor otomatis yang bisa menutup sendiri saat air laut pasang.

Karena keberhasilan menjaga dan merawat kanal dari pencemaran dan kerusakan banyak yang mengapresiasi. Misalnya ada tiga kanal utama di Amsterdam yang dijadikan World Heritage site oleh Unesco yaitu Herengracht, Keizergracht dan Prinsengracht.. Karena banyak saluran air, dulunya Ansterdam bernama ‘Aeme Stelle Redamme atau ‘Dam in Watery Area’ yang artinya ‘dam di daerah berair’. Sekarang kota ini dijuluki ‘Venice of North’ yaitu kota air di bagian utara.

Sisi lain yang menarik dari Amasterdam adalah kemampuannya menjaga dan merawat warisan seni budaya dan sejarah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya museum yang ada di kota ini, di antaranya museum Van Gogh, Rijksmuseum, Tarture museum, dan Stedelijk museum. Semua museum ini terjaga dan terawat dengan baik. Museum Van Gogh yg didirikan pada 2 Juni 1973 hasil rancangan Gerrit Rietvelt dan Kisho Koeosawa, didedikasikan pada karya-karya Vincent van Gogh. Musium yang terletak di Jalan Paulus Potterstraat 7 ini mengoleksi lukisan-lukisan dan gambar Van Gogh.

 

Sedangkan di Rijksmuseum terdapat koleksi karya seni dan sejarah Belanda sejak abad pertengahan sampai saat ini. Di museum ini ada lukisan Rembrandt van Rijn yang berjudul ‘Night Watch’ dan ‘The Milkmaid’ karya Johannes Vermeer yg merupakan pelukis legendaris era keemasan Belanda.

Di sini juga ada koleksi benda-benda sejarah Indonesia seperti Keris Sultan Madura Cakra Adiningrat VII yang diberikan pada Raja William I tahun 1835 sebagai tanda terima kasih. Keris ini memiliki nilai estetik tinggi, bertabur 117 batu berlian. Ada juga miniatur pasar tradisional Nusantara lengkap dengan gamelan dan pemainnya.

Dalam Rijksmuseun ada 8000 karya seni yang dipajang dalam 80 ruangan. Mencatat kisah seni dan sejarah Belandan sekama kurun 800 tahun. Berada dalam museum ini kita seperti memasuki lorong waktu kembali ke masa lalu. Di sini jejak-jejak hubungan Nusantara dan Belanda terlihat secara jelas. Sayangnya kami tidak cukup punya waktu untuk menjelajah semua itu. Kami masih harus mengunjungi Dam Squere, alun-alun asri yang berada tidak jauh dari Stasiun Amsterdam Centraal. Juga Royal Palace (Koninklijk Palais Amsterdam atau Palais op de Dam) yang berada di seberang Dam Square.

Karena cuaca gerimis dan diburu waktu kami hanya sempat mengambil beberapa gambar di halaman Dam Square dan Royal Palace melalui kamera HP. Habis itu langsung berjalan menuju Bloemenmarkt untuk berburu oleh-oleh. Saya sendiri tak sempat ke Bloemenmarkt karena sudah ditunggu jamaah di Masjid Al-Ikhlas untuk berceramah. Dari Royal Palace, diantar Mbak Jazil dan Mas Fikri, selaku panitia, saya langsung menuju masjid Al-Ikhlas yang terletak di Van Genstraat 140, 1171 GN Badhoevedrop, Amasterdam, sekitar 7 km dari pusat kota Amasterdam.

Tidak seperti layaknya masjid Indonesia yang nemiliki arsitektur khusus dengan kubah yang besar dan menara tinggi, di sini masjid lebih menyerupai bangunan ruko berlantai 2, namun di dalamnya terasa nyaman karena bersih dan rapi. Mesjid ini sekaligus juga menjadi sekretariat Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME), organisasi yang didirikan Gus Dur dan kawan-kawan saat beliau berada di Belanda.

Habis Shalat Ashar saya berceramah soal Islam Nusantara, hubungan Pancasila dan Islam di hadapan jamaah masjid al-Ikhlas. Hadir pada acara ini warga Indonesia dan beberapa orang dari Suriname dan Malaysia. Selesai ceramah saya langsung ke Stasiun Amsterdam Centraal untuk kembali ke Den Haag.

Di atas kereta saya membayangkan museum Gajah, museum Trowulan, Museum Mpu Tantular dan berbagai museum lain di Indinesia yang menyimpan jejak sejarah dan peradaban bangsa besar Nusantara. Namun jejak peradaban yang sangat tinggi nilainya itu kini merana, tanpa ada penjagaan dan perawatan yang memadai. Batin ini rasanya teriris saat melihat museum dan jejak peradaban yang ada di Amsterdam dan membandingkannya dengan yang ada di Indonesia.

Aku yakin, bangsa kami memiliki sejarah peradaban dan karya seni adiluhung yang mendunia. Namun sepertinya kita tak pandai merawat dan menjaganya. Bahkan ada diantara kita yang dengan sengaja menghancurkan dan merusaknya atas nama Tuhan dan keimanan. Kebodohan memang selalu menyebabkan kerusakan dan hancurnya peradaban sekalipun dibungkus dengan bahasa Tuhan. Lamunanku buyar ketika kereta sampai di stasiun Moerwijk, Den Haag. Kami harus turun dan jalan kaki menuju penginapan sambil menikmati dinginnya angin malam Den Haag yang mencapai 5 derajat celcius. Danke. (Al-Zastrouw Ngatawi*)

* Pegiat budaya, Dosen Sekolah Pascasarjana UNUSIA Jakarta. Tulisan ini merupakan catatan perjalanan Islam Nusantara Roadshow to Europe bersama Ki Ageng Ganjur.

One Comment

  1. Hi there! I could have sworn I’ve been to
    this blog before but after looking at some of the posts I realized it’s new to me.
    Anyhow, I’m certainly delighted I came across it and I’ll be bookmarking
    it and checking back frequently!

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.