Sandy Spring, Maryland, AS — Riuh tepuk tangan dan decak kagum menggema di Museum Sandy Spring, Maryland, Amerika Serikat, saat pertunjukan budaya Spotlight of Indonesia digelar pada akhir pekan lalu (13/7). Acara ini menampilkan kekayaan seni tari dan musik tradisional Indonesia, serta berhasil memikat hati para penonton lintas budaya.
“Kami sangat menikmatinya,” ujar pasangan asal AS, Janis dan Vial. Sementara itu, Aigul Kaziyeva, seorang pengunjung lain, mengungkapkan kekagumannya, “Saya terpesona dengan kostum, gerakan, bahkan ekspresi mata para penarinya. Luar biasa!”

Pertunjukan ini dipersembahkan oleh sanggar Spotlight Academy USA, yang menampilkan beragam tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari tari Saman (Aceh), Zapin (Riau), Puspanjali (Bali), Enggang Gading (Kalimantan Timur), Kembang Tanjung (Jawa Barat), hingga Lenggang Nyai (Jakarta). Acara ditutup dengan sesi interaktif tari Kecak dari Bali, di mana penonton diajak turut serta menari bersama.

Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Washington, DC, Ida Bagus Made Bimantara, turut hadir dan menyatakan kekagumannya. “Melalui seni tari, musik, dan budaya, Spotlight telah menjadi duta Indonesia di AS,” ujarnya.

Anggota Spotlight Academy USA berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar sekolah dasar hingga profesional muda diaspora Indonesia. Nila Febrianti, salah satu anggota yang tengah magang di AS, mengaku bahwa bergabung dengan sanggar ini mempererat hubungan batinnya dengan budaya Indonesia. “Aku merasa semakin terkoneksi dengan budaya Indonesia,” tuturnya.
Pendiri sekaligus pengajar Spotlight Academy USA, Mouriena Amalia, menyampaikan harapannya agar acara ini menjadi jembatan budaya. “Kami ingin memperkenalkan budaya Indonesia, tidak hanya kepada komunitas Indonesia agar lebih mencintai dan menghargai warisan budayanya, tetapi juga kepada masyarakat Amerika dan internasional agar mereka turut merasakan dan menghargai budaya kita,” jelasnya.

Selain pertunjukan tari, acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan musik dari Punokawan Project, serta menyajikan kuliner khas Indonesia seperti martabak dan bolu kukus. Lebih dari 100 orang menghadiri acara ini, dan seluruh tiket yang dijual seharga $10 ludes terjual—menandakan antusiasme masyarakat yang tinggi.

Koordinator Program Komunitas Museum Sandy Spring, Brigid Miller, menyambut baik kolaborasi ini. “Kami ingin membantu masyarakat memahami budaya baru, mempelajari hal-hal baru, mencicipi makanan baru, dan menikmati pertunjukan yang berbeda,” katanya.
Acara ini menjadi bukti bahwa seni dan budaya memiliki kekuatan untuk menjembatani perbedaan dan membangun kebersamaan. Seorang penonton, Askar Sasongkojati, menyampaikan harapannya, “Semoga ke depannya Spotlight Academy bisa terus melestarikan budaya Indonesia dan menjaga semangat kebersamaan.”
-Vina Mubtadi-