Categories: Uncategorized

Abdul Fatah dan Sorihin, dua nelayan Indonesia, korban perdagangan manusia gugat Pemilik Kapal San Francisco

Abdul Fatah dan Sorihin, dua nelayan Indonesia menggugat Thoai Van Nguyen, pemilik kapal AS karena mempekerjakan mereka seperti budak.

Associated Press mengabarkan, gugatan itu diajukan di Pengadilan San Francisco, Kamis (22/9/2016). Dalam surat gugatannya, warga Indonesia itu mengungkapkan, mereka dikontrak bekerja di dua kapal penangkap ikan tuna AS selama dua tahun, dengan janji diberi upah sebesar $ 300 hingga $ 350 plus bonus $ 10 per ton.

Melihat peluang itu, Abdul Fatah dan Sorihin yang semula bekerja di sebuah kapal ikan di Jepang itu, pun bersedia pindah ke AS. Namun kenyataan yang mereka hadapi ternyata jauh berbeda. ‘’Kondisinya jauh lebih buruk,’’ tutur Sorihin.

Seperti dituturkan kepada AP, setelah beberapa hari bekerja di laut, mereka dipindahkan bekerja di Kapal Sea Queen II yang beroperasi di Samudra Pasifik. ‘’Padahal hal itu tidak ada dalam kontrak kami,’’ tutur Sorihin. Mulailah keduanya mengalami siksaan tak kunjung reda. Mereka harus bekerja selama 20 jam sehari tanpa alat pelindung dan perawatan medis. Mereka juga terpaksa tinggal di atas kapal dan diancam akan dipenjara bila melarikan diri ke darat.

Kapal Sea Queen tempat Abudl Fatah dan Sorihin bekerja (AP)

Dalam gugatan disebutkan, bahwa bekas majikannya Thoai Van Nguyen sering menampar dan menendang para pekerjanya. Mereka juga dilarang menggunakan kamar mandi di atas kapal, dan memaksa mereka untuk mandi di atas geladak dengan ember. Ketika mereka berdua minta untuk berhenti, bekas majikannya menuntut agar mereka membayar ganti rugi $ 6 ribu sebagai pengganti biaya yang dikeluarkan Nguyen untuk merekrut mereka dari sebuah agen tenaga kerja.

Setelah bekerja selama delapan bulan, keduanya nekat melarikan diri. Diam-diam Abdul Fatah an Sorihin mengambil paspor mereka pada saat Nguyen dan keluarganya berkunjung ke rumah mereka di San Francisco. Setelah berhasil mencapai San Francisco, keduanya menelepon kenalan mereka untuk minta bantuan dan berhasil.

Sorihin, salah satu korban nelayan Indonesia (AP)

Mereka akhirnya berhasil menyelamatkan diri dan mengajukan gugatan sebagai korban perdagangan manusia. ‘’Saya harus keluar dari kapal itu. Saya bisa mati di sana bila tidak melarikan diri,’’ tutur Sorihin yang melarikan diri April 2010 lalu.

Keduanya kini mendapat visa sementara sebagai penduduk AS, sambil menunggu proses pengadilan ini selesai. ‘’Saya harap para pelaut Indonesia tidak harus mengalami nasib seperti saya,’’ tutur Sorihin, 38 tahun yang kini menjadi pengemudi Uber dan menjadi kasir di sebuah toko makanan di San Francisco. (DP).

IL

Recent Posts

Satay Bistro, Kuliner Indonesia di Philadelphia, Amerika

Satay Bistro, salah satu kuliner Indonesia yang berlokasi di 1240 Spring Garden, Philadelphia, Amerika,  menyajikan…

1 week ago

Lebaran di Philadelphia, Amerika 2024 ( Ied Al-Fitr in Philadelphia)

Pada tanggal 10 April 2024, masyarakat muslim Indonesia yang tinggal di Philadelphia dan sekitarnya melaksanakan…

2 weeks ago

Wawancara dengan Tantri Dyah Kiranadewi : Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri KOWANI

  KOWANI adalah salah satu lembaga wanita terbesar di Indonesia. Dalam wawancara yang dilakukan di…

3 weeks ago

Philadelphia City Hall Event : Interfaith Iftar, One Philly, One Stronger Together

During this event, religious and city leaders gathered at Philadelphia's City Hall to participate in…

3 weeks ago

Film Review of Eksil (2022): the stories of the Indonesian exiles

  Di sana tempat lahir beta                  …

3 weeks ago

Indonesia Bagian dari Kongres CSW 68-Side Event di UN, NY, Membahas tentang Kemiskinan dan Pemberdayaan Perempuan

CSW 68 adalah salah satu kegiatan tahunan dari United Nations Commision on the Status of…

3 weeks ago