Puluhan profesor Indonesia di luar negeri diundang kembali ke tanah air

Sebanyak 45 profesor dan doktor asal Indonesia yang sudah berkarier dan menetap puluhan tahun di luar negeri berkumpul di Jakarta, Minggu 18 Desember 2016. Mereka datang memenuhi undangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI untuk memberikan bimbingan kepada ratusan peneliti dari 55 universitas dan perguruan tinggi nasional.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti RI, Ali Ghufron Mukti menyatakan, mereka merupakan profesor kelas dunia yang telah menerbitkan ratusan publikasi internasional. Mereka akan tinggal di Indonesia selama sepekan.

Sebagian profesor Indonesia yang baru kembali ke tanah air (Pikiran Rakyat.com)

“Program diaspora ini sangat penting. Mereka akan berkolaborasi, berbagi pandangan dan pengalaman dengan para doktor dan mahasiswa S3 dalam pengembangan penelitian. Tidak menutup kemungkinan, para profesor ini tertarik untuk kembali pulang dan menetap di Indonesia,” ujar Ali dalam sesi ramah tamah bertema “Ngopi Sore Bersama Profesor Diaspora”, di FX Senayan, Jakarta.

Dalam sesi diskusi tersebut, para profesor diaspora memberikan beragam pandangan dan masukan untuk perbaikan kualitas pendidikan tinggi nasional. Profesor Deden Rukmana misalnya, ia menegaskan saat ini banyak sekali profesor Indonesia yang mengajar di berbagai universitas di Amerika Serikat. Menurut dia, mereka ingin pulang dan mengabdi di tanah air.

“Tapi ada mekanisme yang harus disinergiskan dengan pemerintah. Seperti rencana jangka panjang kurikulum pendidikan tinggi. Terkadang, keahlian yang kami miliki dan berguna di luar negeri justru susah diterapkan di Indonesia,” ujar ahli tata kota dan transportasi massal asal Bandung ini.

Ahli pesawat dan penerbangan Dwi Hartanto menambahkan, setelah PT Dirgantara Indonesia bangkrut, banyak penelitinya yang kini bekerja di Airbus dan Boeing. “Sebagian besar dari mereka menempati posisi strategis, bahkan ada yang di top level. Amerika dan Prancis mendapat durian runtuh dari Indonesia,” katanya. Dwi kini menjadi peneliti di Belanda dan sudah menetap sekitar 15 tahun.

Selain Dwi dan Deden, para profesor lain yang hadir di antaranya adalah para ahli farmasi, perminyakan, dan komunikasi sosial. “Jakarta ini satu-satunya kota besar di dunia yang belum memiliki MRT. Dan ini sangat unik karena Indonesia memiliki banyak sekali ahli transportasi massal,” kata Deden.

 

Para profesor diaspora itu di antaranya akan mengunjungi ITB, UNS, ITS, Undana. Program diaspora merupakan langkah awal dari rencana Kemenristekdikti untuk mengundang 500 profesor kelas dunia yang akan membimbing para peneliti nasional agar produktif dalam membuat publikasi internasional.

IL

Recent Posts

Sonia Raman, Pelatih WNBA Pertama Berdarah India

Sonia Raman mencatat sejarah baru sebagai pelatih kepala pertama keturunan India di liga bola basket…

2 weeks ago

Wali Kota Baru New York: Zohran Mamdani

Politisi progresif Zohran Mamdani mencetak sejarah sebagai Wali Kota New York pertama yang berdarah Asia…

3 weeks ago

Tiga Penangkapan ICE Guncang Komunitas Indonesia di Philadelphia

Tiga kasus penangkapan yang dilakukan oleh lembaga imigrasi Amerika Serikat (ICE) dalam beberapa bulan terakhir…

4 weeks ago

Dialog Pemerintah RI dengan WNI dan Diaspora di Philadelphia

Masyarakat Indonesia di Philadelphia menghadiri pertemuan bersama pejabat pemerintah Republik Indonesia yang digelar di PAX…

1 month ago

Imam Prasodjo dan Ikhtiar Menjaga DAS Serayu

Di tengah kabut Telaga Dringo, Dieng, Imam Budidarmawan Prasodjo (65) tampak bersemangat menanam pohon bersama…

2 months ago

Riyan Pondaga Persembahkan Konser Bersama Modero & Company

Modero & Company mempersembahkan Wonderworks, seri acara komunitas perdana yang dibuka dengan konser intim bertajuk…

2 months ago