Sedikitnya ada 15 remaja yang tewas selama 18 bulan belakangan ini. Bahkan 5 bocah di antaranya baru berusia 13-14 tahun. Gara-garanya sepele: Mereka menjadi korban permainan bernama ‘Blackout Challenge’ yang banyak beredar di media sosial, terutama TikTok asal China.
Permainan ‘Tantangan Maut’ itu dilakukan Arriani. Remaja putri berusia 9 tahun itu, mencoba tantangan itu dengan melingkari lehernya dengan tali anjing miliknya, sebelum berangkat tidur. Ia lalu menggantungkan diri di pegangan pintu yang posisinya cukup tinggi. Sedetik tidak merasakan apa-apa. Detik berikutnya ia tak mampu menyelamatkan diri lagi dan tewas. Semua itu disaksikan Arroyo, adiknya yang berlari minta bantuan ke tetangganya, karena orang tuanya sedang ke gereja. Esok harinya, Arriani dimakamkan dengan mengenakan baju malaikat warna putih. ‘’Dia mencoba tantangan yang beredar di TikTok,’’ tutur Arroyo kepada polisi.
Pihak kepolisian AS menolak menghubungkan kematian para remaja itu dengan aplikasi TikTok. Tapi, menurut orang tua salah satu korban di Tennessee, putrinya menghabiskan waktu menonton ‘Blackout Challenge’ di TikTok, berjam-jam selama beberapa hari, sebelum ia tewas, menjerat dirinya sendiri dengan tali sepatu.
Untuk mencegah kematian lebih banyak, 40 ribu relawan menguliti konten TikTok dan menghapus permainan‘Blackout Challenge’. Namun, tampaknya upaya itu sia-sia, sebab sejak kematian marak, para pencipta aplikasi dan para penggemarnya mengganti dan menciptakan nama baru agar tak terdeteksi. Mulai dari yang jelas seperti ‘’Choking Game” atau ‘’Pass-out Challenge” hingga nama-nama samar seperti ‘’Space Monkey’’ atau diplesetkan ‘’Monkee’’ atau ‘’Blackout Tr1ck”.
Apalagi, menurut survei, sebanyak 70% lebih remaja AS memiliki telepon pintar sejak usia 12 tahun, dan di Inggris usia 8-11 tahun bermain TikTok. ‘’TikTok seharusnya memblokir konten-konten seperti itu. Mereka harus bertanggung jawab,’’ tutur Farah Feddaraini, mahasiswi psikologi di Temple University. ‘’Saya ingat dulu ada permainan serupa di TikTok bernama ‘Cinnamon Challenge’ dan banyak korban jatuh sakit,’’ lanjut Farah salah seorang diaspora Indonesia di Philadephia.
Juli silam, the Social Media Victims Law Center melayangkan tuntutan kedua atas nama korban Arriani Arroyo dan Lalaini Walton. Lembaga hukum di Seattle yang berdiri tahun 2021 itu telah melayangkan 40 tuntutan terhadap TikTok, Meta, Snapchat dan YouTube yang kontennya menyebabkan cacat mental, dan ketagihan sosial media, serta kematian. ‘’Mereka melakukan percobaan melibatkan para bocah demi keuntungan sejumlah pengusaha,’’ ujar Matthew Berman, pendiri lembaga hukum tersebut. (DP)
Di tengah kabut Telaga Dringo, Dieng, Imam Budidarmawan Prasodjo (65) tampak bersemangat menanam pohon bersama…
Modero & Company mempersembahkan Wonderworks, seri acara komunitas perdana yang dibuka dengan konser intim bertajuk…
Indonesia telah menarik investasi sebesar Rp 48 triliun (sekitar US$2,86 miliar) melalui program Golden Visa,…
Ratusan diaspora Indonesia lintas organisasi dan generasi berkumpul dalam acara tahunan Memory of Indonesia, Sabtu…
Seorang pria Indonesia bernama Muhamad Cakra (44) ditangkap polisi setelah menikam seorang warga negara Indonesia…
Sebuah kasus skandal seks yang melibatkan belasan Biksu Budha di Thailand, terbongkar Kamis lalu. Para…
View Comments
UID_11179948###
agentotoplay
UID_58736404###
agentotoplay
UID_46954371###
awokawok
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?