Proyek jaringan kereta api Venezuela bernilai $ 74 miliar terbengkalai ditinggal pemborongnya dari China.
Zaraza, Venezuela (AP) – Proyek kereta api cepat itu awalnya dinyatakan sebagai model kekuatan Sosialis. Amerika Selatan akan memiliki kereta api supercepat dengan teknologi China, yang akan melintas seluruh penjuru Venezuela membawa kemakmuran.
Namun sayang, kini proyek berdana total $ 75 miliar yang dibiayai China dan Venezuela itu terbengkalai. Sejumlah kompleks pabrik yang ditempati 800 karyawan, kini ditumbuhi ilalang dan menjadi lahan rumput bagi peternak sapi setempat. Yang tersisa hanyalah gerbang kayu berwarna merah bertuliskan huruf China dan Spanyol. Proyek raksasa yang dikenal sebagai proyek ‘Gajah Merah’ itu terbengkalai, karena ditinggal para tenaga kerjanya pulang ke Tiongkok.
Padahal sepuluh tahun lalu, proyek itu merupakan impian mendiang Presiden Hugo Chavez. Mantan orang nomor satu Venezuela yang meninggal dunia pada 2013 itu, ingin agar jaringan kereta api Tinaco-Anaco akan membentang sepanjang 468 kilometer. Sebanyak 5 juta penumpang akan bermigrasi dari satu kota ke kota lain, dan membawa 9,8 juta metrik ton barang dan komoditi oleh kereta api yang mampu melaju hingga 220 kilometer per jam itu.
Chaves lalu minta bantuan China, negara yang punya ideologi sama, untuk membangun proyek itu, sekaligus membiayainya. Pemerintah Beijing pun setuju dan proyek itu dijadikan bagian dari bantuan dana pinjaman bernilai total $ 7,5 miliar. Sebuah konsorsium terdiri atas sejumlah perusahaan yang dipimpin China Railways Group Ltd, perusahaan kereta api terbesar dunia dibentuk, dan berperan membangun konstruksi jaringan Tinaco-Anaco.
Namun empat tahun kemudian, pembangunan jaringan kereta api super cepat itu tak kunjung selesai. Sejumlah karyawan yang tinggal di barak pekerja hanya berdiri di balik tembok beton dari sengatan matahari, dan sejumlah manajernya tampak telanjang dada sambil merokok.
Kota Zaraza kini tampak sepi bagai kota hantu. Padahal dulu kota berpenduduk 75 ribu orang itu diimpikan sebagai kota modern, lengkap dengan lapangan basket, di mana para pekerja Venezuela dan Tionghoa saling bersosialisasi.
Setelah ditinggal para manajer Tionghoa sekitar tahun 2015 lalu, segerombolan perampok lokal menjarah perlengkapan pabrik hingga ludes. Mulai dari computer, mesin pendingin AC, peralatan besi, baja dan kawat tembaga digondol mereka yang bersenjata api. ‘’Penjarahan itu berlangsung selama dua pekan,’’ tutur Jesus Eduardo Rodriguez. ‘’Mereka menghancurkan semuanya. Kami hanya bisa masuk ke dalam rumah dan hampir menangis melihat ulah mereka,’’ lanjut Eduardo Rodriguez, salah seorang penduduk Zaraza.
Ada kabar pemerintah Beijing mulai main mata dengan kelompok oposisi Venezuela yang biasannya garang terhadap China, kini mulai lembek sikapnya. Akankah Tiongkok bakal kembali melanjutkan proyek itu? ‘’Saya benar-benar berharap, kereta api cepat itu akan berjalan suatu hari nanti,’’ kata Omar Correra, penduduk Zaraza yang terlibat dalam pembangunan proyek itu. Hingga hari ini, Omar masih bangga mengenakan seragam biru dengan logo China Railways Group Ltd.
Sonia Raman mencatat sejarah baru sebagai pelatih kepala pertama keturunan India di liga bola basket…
Politisi progresif Zohran Mamdani mencetak sejarah sebagai Wali Kota New York pertama yang berdarah Asia…
Tiga kasus penangkapan yang dilakukan oleh lembaga imigrasi Amerika Serikat (ICE) dalam beberapa bulan terakhir…
Masyarakat Indonesia di Philadelphia menghadiri pertemuan bersama pejabat pemerintah Republik Indonesia yang digelar di PAX…
Di tengah kabut Telaga Dringo, Dieng, Imam Budidarmawan Prasodjo (65) tampak bersemangat menanam pohon bersama…
Modero & Company mempersembahkan Wonderworks, seri acara komunitas perdana yang dibuka dengan konser intim bertajuk…