Warung Chinese Food Marak akibat UU Imigrasi yang rasialis!! Baca deh

Warung makan Chinese Food di AS, ternyata hasil kebijaksanaan imigrasi Pemerintah AS sejak lama. Restoran cepat saji memang terdapat di setiap kota di AS. Alasannya, bukan karena makanannya yang lezat, melainkan karena UU imigrasi berbau rasial yang diterapkan sejak awal Abad ke-20.

Di akhir tahun 1800-an, ratusan ribu buruh China datang ke AS dan bekerja di sejumlah perkebunan, pabrik dan penggalian sumber daya alam. Namun beberapa abad sebelumnya, warga kulit putih Amerika mulai merasa terancam dan tersaingi oleh kaum buruh China yang bersedia bekerja keras dengan gaji lebih kecil.

Kekhawatiran itu, kemudian berubah menjadi aturan dan UU imigrasi berjudul ‘Akta Pengecualian Warga China’. Undang-Undang yang lahir tahun 1882 itu melarang para buruh China masuk ke AS. Dan hal itu, menyulitkan warga China yang telah bermukim lama di AS. Mereka kesulitan masuk lagi ke AS, bila pulang ke tanah asalnya untuk menjenguk sanak keluarganya.

Namun, ada satu celah hukum yang bisa dimanfaatkan warga China. Mereka yang memiliki bidang usaha di AS, bisa mendapatkan visa khusus, sehingga para pemilik toko itu bisa pulang ke tanah airnya dan kembali ke AS sambil membawa sejumlah orang yang akan dipekerjakan di toko atau tempat usahanya. Satu di antaranya adalah para pemilik restoran Chinese Food.

Sejak tahun 1910 hingga 1920, jumlah restoran China meningkat, lalu meningkat lagi dalam 10 tahun lagi. Namun, mendapatkan visa khusus itu tidak mudah. Hanya para pemilik rumah makan atau restoran besar dan menanamkan investasi cukup tinggi yang bisa mendapatkan visa khusus dari AS. Mereka juga harus mampu menampilkan dua saksi warga kulit putih yang bersedia memberikan kesaksian bahwa usaha restorannya cukup besar dan qualified.

‘’Tidak seorang pun yang percaya pada orang China’’ bunyi Heather Lee, penulis buku The Age of Chinese Exclusion. Untuk itu, sejumlah para imigran China ramai-ramai patungan mengumpulkan dana investasi untuk membangun sebuah restoran megah. Setelah itu, barulah para pengusaha kulit putih bisa meyakinkan petugas imigrasi untuk memberikan visa kepada pendatang China itu. 

Hingga kini tercatat 45 ribu restoran dan warung China, dan setiap tahun mereka berhasil menjual dagangannya miliaran dolar. Mereka juga mempekerjakan puluhan bahkan ratusan ribu koki dan pelayan yang didatangkan dari China ke AS, sebuah negara yang awalnya tidak menginginkan imigran China.

Sementara sentimen anti imigran masih berlangsung selama beberapa puluh tahun, para imigran asing tetap mencari jalan untuk masuk ke AS yang dikenal dengan negara mimpi, dan membuat makanan China yang lezat. DP.

.

Recent Posts

Dialog Pemerintah RI dengan WNI dan Diaspora di Philadelphia

Masyarakat Indonesia di Philadelphia menghadiri pertemuan bersama pejabat pemerintah Republik Indonesia yang digelar di PAX…

3 days ago

Imam Prasodjo dan Ikhtiar Menjaga DAS Serayu

Di tengah kabut Telaga Dringo, Dieng, Imam Budidarmawan Prasodjo (65) tampak bersemangat menanam pohon bersama…

2 weeks ago

Riyan Pondaga Persembahkan Konser Bersama Modero & Company

Modero & Company mempersembahkan Wonderworks, seri acara komunitas perdana yang dibuka dengan konser intim bertajuk…

2 weeks ago

Pemerintah RI: Golden Visa Hasilkan Rp 48 Triliun Investasi Asing

Indonesia telah menarik investasi sebesar Rp 48 triliun (sekitar US$2,86 miliar) melalui program Golden Visa,…

3 weeks ago

Memory of Indonesia: Lawan Alzheimer Lewat Budaya dan Musik

Ratusan diaspora Indonesia lintas organisasi dan generasi berkumpul dalam acara tahunan Memory of Indonesia, Sabtu…

1 month ago

Perkelahian Berujung Maut, WNI Ditangkap di Bald Knob

Seorang pria Indonesia bernama Muhamad Cakra (44) ditangkap polisi setelah menikam seorang warga negara Indonesia…

2 months ago