KBRI Washington Hampir Dua Tahun Tanpa Dubes

Kekosongan posisi Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat yang telah berlangsung sejak 17 Juli 2023 memicu tanda tanya di kalangan diaspora Indonesia dan pemerhati diplomasi. Hampir dua tahun sejak Rosan Roeslani mengakhiri masa tugasnya, belum ada nama baru yang ditunjuk pemerintah untuk mengisi pos penting tersebut di Washington DC.

Pergantian pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto pada Oktober 2024 pun belum membawa angin segar. Hingga kini, belum ada keputusan resmi terkait calon pengganti Dubes RI untuk AS.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Rolliansyah Soemirat, menyatakan bahwa penunjukan duta besar merupakan hak prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar. Ia menegaskan bahwa meski tanpa duta besar, KBRI Washington DC tetap menjalankan fungsi diplomatiknya di bawah kepemimpinan Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI).

“Sebetulnya tidak ada yang aneh apabila suatu pos duta besar belum sempat terisi, karena mekanisme tetap berjalan,” ujar Rolliansyah seperti dikutip Kompas, Minggu (6/4).

 

Namun, kekosongan ini tetap memunculkan spekulasi, termasuk dugaan bahwa Indonesia mulai mengabaikan relasi strategisnya dengan Amerika Serikat. Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, membantah anggapan tersebut.

“Amerika tetap mitra penting bagi Indonesia dalam banyak sektor, termasuk perdagangan dan pertahanan,” kata politisi Partai Golkar itu. Ia menambahkan bahwa pemerintah tengah berhati-hati memilih sosok yang tepat untuk posisi tersebut, dan prosesnya memang memerlukan waktu khusus.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin, mengungkapkan bahwa pada akhir masa jabatan Presiden Jokowi, Komisi I telah menerima 11 nama calon duta besar, termasuk untuk AS, Jerman, dan Mesir. Namun, menurutnya, ada arahan dari Istana untuk menunda uji kelayakan dan kepatutan.

“Mungkin ada pembicaraan antara presiden lama dan presiden baru. Seperti apa isi pembicaraannya sampai akhirnya dibatalkan, saya tidak tahu,” ujar TB Hasanuddin.

Ia menilai lambannya penunjukan Dubes RI untuk AS menunjukkan belum tuntasnya proses politik di balik transisi pemerintahan. Hasanuddin pun menyoroti dampak negatif dari kekosongan ini terhadap diplomasi Indonesia.

“Amerika sebagai negara besar dengan hubungan strategis, tentu akan merasakan dampak dari tidak adanya Dubes. Dalam beberapa kasus negosiasi, kita sampai harus mengirim delegasi dari Jakarta,” ungkapnya.

Ia juga memperingatkan bahwa citra diplomatik Indonesia bisa tercoreng di mata internasional jika kekosongan ini terus berlarut.

Dengan situasi ini, berbagai kalangan—baik dari DPR maupun masyarakat Indonesia di Amerika—menaruh harapan agar Presiden Prabowo segera menyelesaikan hambatan politik yang mengganjal proses penunjukan duta besar. Sudah saatnya Indonesia kembali memiliki wakil penuh di salah satu pos diplomatik terpentingnya.

-Tim Lantern-