Pada 22 November 2025, di sebuah ruangan di Asian Arts Initiative, Philadelphia, Riyan Pondaga akhirnya mewujudkan konser solo impiannya, “Dream”. Tanpa gemerlap berlebihan, ia justru menghadirkan sesuatu yang lebih langka: kejujuran seorang seniman yang menuturkan hidupnya melalui musik.
Konser dibuka dengan “Mahadhaya” yang dibawakan bersama penari Modero Pop, sebuah ledakan energi yang langsung menangkap perhatian. Dari sana, Riyan mengajak penonton menyusuri perjalanan dua dekade kariernya, dibagi menjadi tiga babak: para diva yang membentuk mimpinya, kisah cinta yang naik turun, serta penghormatan bagi keluarga dan komunitas yang selalu menjadi sandaran.

Credit photo: Yessika Penyami
Momen paling menyentuh hadir lewat pesan video dari ibunya di Indonesia, serta kolaborasi hangat dengan Philadelphia Gay Men’s Chorus dan model Indonesian Queer. Di titik itu, konser tidak lagi terasa seperti pertunjukan, melainkan perayaan komunitas.
Kehebohan malam itu juga datang dari penampilan tamu Cilla, penyanyi The Voice Indonesia 2018, yang membawakan “Never Enough” sebelum berduet dengan Riyan dalam lagu “Cinta”. G Voice sebagai band pembuka ikut menyulut suasana sejak awal acara.

Credit photo: Yessika Penyami
Banyak tokoh komunitas memuji konser ini, dari energi kuat yang terasa di ruangan, hingga kualitas musikal yang disebut setara dengan konser profesional berskala internasional. Namun yang paling berkesan dari malam itu bukan hanya suara, melainkan rasa kebersamaan.
Selain merayakan talenta, konser ini juga membawa misi kemanusiaan: sebagian hasil penjualan tiket disumbangkan untuk membantu anggota komunitas yang menghadapi penahanan imigrasi.
Bagi Riyan, yang telah tampil di berbagai festival Indonesia di Amerika Serikat, “Dream” bukan sekadar konser perdana. Ia adalah cara untuk mengatakan: setiap lagu adalah cerita, dan malam itu untuk pertama kalinya, ia menceritakannya secara utuh.

