Merdeka.com — Bripka Seladi (57) sekitar setahun lagi akan memasuki masa pensiun. Pekerjaan sampingan sebagai pemulung, disiapkan nantinya untuk penopang hidupnya. “Itu yang sudah saya persiapkan. Kalau pensiun nanti akan melanjutkan pekerjaan ini (memulung),” kata Seladi di tempat pengumpulan sampahnya, di Jalan Dr Wahidin, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Rabu (18/5).
Seladi adalah seorang polisi yang sedang ramai diperbincangkan karena aktivitasnya sebagai pemulung. Hari-harinya bertugas di Satuan Lalu Lintas Polres Kota Malang dan berkantor di Satpas Polresta Malang untuk pelayanan uji SIM.
Hingga kini, Seladi bersama istri dan tiga anaknya tinggal menumpang bersama mertuanya di Jalan Gadang Gang 6 No 44 Kota Malang. “Itu rumah mertua saya, memang suruh tinggal bersama,” katanya tanpa menutupi. Seladi menjadi pemulung sejak 2006, namun sejak 2008 sudah tidak berkeliling mencari sampah. Ia cukup memisahkan sampah di sebuah rumah yang dipinjami oleh temannya. Sampah itu cukup diambil di satu titik, kemudian dipilahnya.
Namun kerja kerasnya itu ternyata belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menyelesaikan kewajibannya membayar utang. Hingga jelang masa pensiun, Seladi masih harus kerja keras mengumpulkan sedikit demi sedikit. “Ini (memulung) saya lakukan mulai pukul 16.00 WIB, selesai pulang kantor, sampai sekitar pukul 18.00 WIB atau 19.00 WIB,” katanya.
Sekali setor biasanya sampai 1,5 kwintal dengan nilai uang yang tidak tentu, sekitar Rp 600 ribu. Hasil itu dibagi bersama teman dan anak kedua, yang rutin membantu. Jumlah itu katanya sudah sangat lumayan, dibanding saat awal memulung. Seladi pun berkisah tentang perjalanan hidup yang mengalami situasi sulit hingga terlilit utang. Gaji yang diterima Seladi setiap bulan sudah cukup besar. Namun karena sebuah kesalahan membuatnya merugi.
“Sejak saat itu mulai mencari modal lagi untuk usaha lain. Akhirnya dapat pinjaman untuk bisnis usaha jualan sepatu. Terima pesanan dari polisi-polisi,” katanya. Bisnis barunya itu kemudian semakin maju, sehingga ditambahkan bisnis mebel dan elektro dengan meminjam koperasi kantornya. Sekitar tahun 1982, dirinya mengambil kredit Rp 50 juta.
“Saya percaya sama orang, dagangan saya dibawa orang sekitar Rp 125 juta. Intinya ditipu,” katanya. Akibat kejadian itu, hingga kini utang itu masih terus diangsurnya. Sekarang tinggal 20 kali angsuran lagi. Sementara utangnya yang lain di BRI bulan ini sudah lunas, setelah mengangsur 60 kali. “Baju saya (polisi) menuntut sebenarnya, tetapi hati saya mencoba ikhlas. Saya tidak mengeluh, pasti ada jalan. Dukungan keluarga saya luar biasa. Anak istri saya tidak malu saya kerja begini. Uang belanja berapa pun diterima,” katanya mengenang.
Satay Bistro, salah satu kuliner Indonesia yang berlokasi di 1240 Spring Garden, Philadelphia, Amerika, menyajikan…
Pada tanggal 10 April 2024, masyarakat muslim Indonesia yang tinggal di Philadelphia dan sekitarnya melaksanakan…
KOWANI adalah salah satu lembaga wanita terbesar di Indonesia. Dalam wawancara yang dilakukan di…
During this event, religious and city leaders gathered at Philadelphia's City Hall to participate in…
Di sana tempat lahir beta …