Press "Enter" to skip to content

Kisah Tragis Leo Sutanto di New York

Jenasahnya akan dikremasi di Fresh Pond Crematory, Middle Village, New York, Selasa 3 Juli 2018. Sebelumnya, sebuah kebaktian dan acara penghormatan terakhir digelar di Rumah Duka ‘Gerard Neufeld Funeral Home, yang terletak di Whitney Ave, Elmhurst, New York. Penghormatan terakhir atau ‘Viewing’ hanya dihadiri keluarga dan sahabat dekat Leo Sutanto, lelaki berusia 40 tahun yang meninggal dunia sepekan lalu di sebuah rumah di kawasan Bergen Street, New York.

Leo Sutanto ditemukan tak bernyawa oleh seorang tukang yang hendak melakukan renovasi rumah kosong. Leo yang bertubuh kecil itu, tampak tergantung di beranda belakang rumah yang ditempati selama beberapa lama itu. Awalnya tidak ada yang tahu siapa Leo Sutanto. Setelah kartu identitas ditemukan di kamar itu, barulah diketahui bahwa Leo memiliki seorang kakak, yang dihubungi keesokan harinya, Rabu.

Alibaba Cloud

Bersama tiga sahabat Leo, mereka pun mengurus seluruh keperluan pemakaman adiknya. Mereka juga yang mengurus otopsi korban yang dilakukan di Brooklyn Medical Examiner Office di Winthrop Street, Brooklyn, sebelum akhirnya dibawa ke rumah duka untuk selanjutnya dikremasi. ‘’Kami putuskan untuk menggelar acara viewing, penghormatan terakhir secara singkat saja, agar tidak menghabiskan biaya besar,’’ tutur Jirehova, salah seorang sahabat Leo.

‘’Kami akan menyerahkan sisa dana yang terkumpul di Gofundme ke tangan ibunya di Jakarta,’’ sambungnya. (Bagi siapa pun yang berniat membantu Leo Sutanto, mohon klik link di https://www.gofundme.com/funeral-cost-for-leo-sutanto).

Tidak ada yang tahu pasti mengapa Leo harus mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri. Pastor Rene Sahir, pendeta dari New York dalam kotbahnya di depan umat Gereja Paradise Garden, Philadelphia, menuturkan bahwa Leo Sutanto melakukan hal itu karena tak tahan dengan tekanan hidup yang menimpa dirinya. ‘’Orang tuanya bercerai sehingga ia merasa terpukul dan stres berat,’’ kata Rene Sahir, mantan pemusik yang kini menjadi pendeta itu.

Menurut Jirehova, Julius Sontany dan Ken Sung, tiga sahabatnya, Leo Sutanto adalah seorang kawan yang selalu menolong dan ringan tangan. Leo, kelahiran Jakarta yang tiba di AS sejak puluhan tahun silam itu, dikenal selalu membantu teman-temannya yang kekurangan. ‘’Dia tidak segan-segan memberi uang kepada kami, mengirim uang ibunya dan siapapun yang butuh bantuan,’’ tutur Jirehova yang pernah kerja bareng sebagai pelayan di sejumlah restoran ‘Fine Dining’ di New York. ‘’Dia disukai pemilik restoran, sehingga ia diangkat menjadi kapten,’’ sambung Jirehova.

Leo Sutanto (kanan atas) bersama teman-temannya. (koleksi Jirehova Munthe)

Namun nasibnya berubah pada tahun 2000-an, saat menjadi pemakai narkoba. Akibatnya, Leo selalu merasa sedih dan depresi. Lebih-lebih setelah berpisah dengan pacarnya, Leo, yang memiliki rasa rendah diri karena postur tubuhnya yang kecil, semakin terpukul. Hidupnya terlunta-lunta dan menjadi penganggur setelah dikeluarkan dari tempat kerjanya, dan hidup di lingkungan pemakai narkoba. Leo yang telah menjadi warganegara AS itu, bahkan sempat dihukum penjara, karena masuk ke rumah orang tanpa izin, dan di tasnya didapati bubuk narkoba.

Sejak itu, warga Indonesia yang pernah ditolongnya pun menjauhkan diri, dan banyak yang tidak mau menatap wajahnya atau mengenalnya lagi. ‘’Kalau ketemu di jalan, mereka melengos,’’ tutur Ova, panggilan Jirehova. ‘’Bahkan kami pernah minta bantuan seorang pendeta di kawasan Queens untuk membantunya, namun ditolak. Padahal pendeta itu cukup kaya. Dia mengenakan jam tangan mewah. Pendeta itu beralasan bahwa Leo bukan jemaahnya,’’ tutur Ova kesal.

Beberapa tahun Leo Sutanto sempat ditampung di rumah Jirehova, namun lagi-lagi Leo tidak dapat melepaskan diri dari kebiasaan buruknya, sehingga Ova terpaksa membiarkan sahabat karibnya itu menggelandang. Leo Sutanto bahkan sempat tinggal di kolong jembatan sebelum dibantu seorang warga Malaysia yang menampungnya dan memberinya pekerjaan untuk membantunya. Namun garis tangan menentukan lain, dan Leo mengakhiri hayatnya di rumah kosong.

Dari kiri ke kanan: Leo, Julius Sontany, Jirehova Munthe dan Ken Sung (koleksi Julius Sontany

Jirehova, Julius Sontany dan Ken Sung, sangat terkejut mendengar Leo Sutanto bunuh diri. Dalam akun Facebooknya, masing-masing menuturkan bahwa mereka tidak dapat tidur beberapa hari mengenang Leo yang dulu selalu bersama mereka.

‘’I felt terrible for not being there for him when he needed me. I kept thinking about what was in his mind when he decides to commit suicide. What’s the last thing he saw.. What’s the last thing he thought about. Le, I’m sorry, I’m very very sorry for not being there. Le, May you find peace now, may you find happiness that you’ve been looking for your whole life.. And most of all, May you rest in peace my friend.. God will take care of you now,’’ tulis Julius Sontany di akun Facebooknya yang dihiasi foto mereka bersama Leo Sutanto.

Atas kejadian ini teman-teman dan keluarganya meninggalkan pesan bagi pembaca, agar jangan menjauhkan teman yang sedang jatuh dan butuh pertolongan, agar tidak merasa dikucilkan dan bisa menjadi depresi. Sekali lagi, bagi siapa saja yang berminat memberikan sumbangan dana, silakan mengunjungi link berikut ini: https://www.gofundme.com/funeral-cost-for-leo-sutanto

 

Mission News Theme by Compete Themes.