Press "Enter" to skip to content

Di Balik Kisah Gaza: Ratusan Mahasiswa Ditangkap, Apa Kata Koalisi HAM?

(Foto-foto : Istimewa)

Aksi Israel di Gaza membuat banyak mahasiswa di hampir seluruh penjuru dunia bangkit dan protes. Di Amerika, dilaporkan sampai akhir April 2024, sekitar 900 mahasiswa di sekitar 20 perguruan tinggi di 16 negara bagian, telah ditangkap. Aktivitas para mahasiswa menentang aksi di Gaza ini, berawal dari suatu subuh, 17 April 2024. Saat itu, mahasiswa Universitas Columbia mendirikan tenda di halaman institusi Ivy League yang terawat rapi, berjanji untuk tidak pergi sampai sekolah tersebut melepaskan dana abadinya dari perusahaan dan produsen senjata yang memiliki bisnis dengan pemerintah Israel. Keesokan harinya, rektor universitas Minouche Shafik memanggil Departemen Kepolisian New York untuk menggerebek perkemahan, dan petugas membuang tenda dan menangkap lebih dari 100 mahasiswa. Beberapa siswa juga diskors dan diusir dari tempat tinggalnya.

Tak jera, mahasiswa Columbia itu mendirikan kembali perkemahan tersebut. Aksi Mahasiswa Columbia itu, kemudian menginspirasi mahasiswa di puluhan universitas di seluruh AS untuk mendirikan perkemahan mereka sendiri. Alih-alih suara mereka didengar, sejumlah mahasiswa, bahkan dosen yang ikut berdemonstrasi malah ditahan aparat. Demonstrasi dengan menggelar tenda di taman kampus itu berakhir ricuh. Paling tidak, di Emerson College, Boston, misalnya, ada sekitar 108 peserta demo yang ditangkap. Sebelumnya, di Universitas Southern California (USC) di Los Angeles, ada 93 orang ditahan atas tuduhan masuk tanpa izin. Di Emory University di Atlanta, di mana muncul video-video meresahkan yang menunjukkan polisi menggunakan semprotan merica dan Taser untuk menangkap mahasiswa, serta beberapa dosen. Di Universitas Texas di Austin, polisi negara bagian yang mengenakan perlengkapan antihuru-hara menangkap hampir 60 mahasiswa.

Sebuah tulisan dari Kantor Berita AFP menyebutkan seorang mahasiswa, Alejandro Tanon, mengatakan bahwa AS berada pada momen kritis. Pengunjuk rasa lain menyebutkan bahwa mereka mendukung Palestina dan mendukung pembebasan semua orang. Keprihatinan yang terjadi di Gaza itu mencuat karena sudah melihat banyak human rights violations (HAM) yang terjadi di Palestina. Ironisnya, gerakan mereka pun rupanya jadi masalah HAM lagi. Hal itulah yang membuat sebuah koalisi yang terdiri dari 185 kelompok keadilan sosial dan agama, seperti yang ditulis di Huff Post pada akhir April ini, menerbitkan sebuah surat terbuka pada Senin, 29 April 2024. Surat terbuka tersebut menyatakan dukungan terhadap protes yang digelar di untuk mengakhiri tindakan keras brutal terhadap demonstrasi yang dipimpin mahasiswa tersebut.

(Foto-foto : Istimewa)

“Kami memuji para mahasiswa yang menggunakan hak mereka untuk melakukan protes secara damai meskipun ada tekanan, intimidasi dan pembalasan yang luar biasa, untuk meningkatkan kesadaran tentang serangan Israel di Gaza – dengan senjata dan pendanaan AS.” Dituliskan juga bahwa mahasiswa-mahasiswa ini mengajukan tuntutan yang jelas agar universitas mereka melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang mengambil keuntungan dari pendudukan Israel, dan menuntut lingkungan yang aman bagi warga Palestina di seluruh kampus mereka.

Kelompok yang menandatangani surat tersebut antara lain Gen-Z for Change, Working Families Party, IfNotNow Movement, Young Democrats of America Black Caucus, Movement for Black Lives, Sunrise Movement, MPower Change, Jewish Voice for Peace, Palestine Legal, dan Unitarian Universalist Association. .

Surat terbuka yang dikeluarkan pada Senin, 29 April ini merupakan salah satu wujud dukungan terbesar di kalangan kelompok progresif terhadap protes mahasiswa yang sedang berkembang, dan memperjelas kesenjangan antara tokoh-tokoh Partai Demokrat dan kelompok keadilan sosial dalam hal dukungan AS terhadap Israel. Di laman HuffPost itu pun disebutkan bahwa koalisi tersebut prihatin menyaksikan respons militer terhadap para pengunjuk rasa tersebut. Bahkan Al Jazeera mengingatkan peristiwa tersebut terhadap periode kelam saat demonstrasi yang digelar menentang Perang Vietnam pada 1968, ketika itu, paling tidak ada 700 mahasiswa yang ditangkap.

“Komunitas kami merasa ngeri melihat respons militer dan kekerasan terhadap mahasiswa yang memprotes genosida yang sedang berlangsung yang didanai dan didukung pemerintah,” ungkap mereka di laman HuffPost. Yasmine Taeb, salah satu penggagas surat terbuka tesebut juga menyebutkan pada HUffPost bahwa koalisi tersebut terdiri dari jutaan anggota di seluruh negeri, dan menyatakan solidaritas terhadap upaya mahasiswa dalam mendukung masyarakat Gaza. Taeb juga dikenal sebagai pengacara hak asasi manusia dan direktur politik di MPower Change, sebuah kelompok keadilan sosial Muslim.

“Daripada menyerang generasi muda yang memobilisasi hak asasi manusia Palestina, Presiden Biden perlu mendengarkan mayoritas warga Amerika yang telah menyerukan kepadanya untuk menghentikan pendanaan dan mendukung kekejaman yang dilakukan terhadap rakyat Gaza,” kata Taeb menambahkan.

Penanda tangan lainnya pada surat terbuka tersebut, Elise Joshi, direktur eksekutif Gen-Z for Change, mengatakan bahwa di saat semua universitas di Gaza hancur, merupakan kewajiban moral kita untuk mendukung generasi muda di Gaza dan seluruh Palestina.

(Foto-foto : Istimewa)

Israel telah membunuh lebih dari 33.000 warga Palestina sejak 7 Oktober. Pada Januari, Mahkamah Internasional, menyebutkan bahwa bahwa pengepungan Israel di Gaza – yang telah menyebabkan 85persen penduduknya mengungsi dan menempatkan wilayah yang diduduki di titik puncak kelaparan – membuat warga Palestina berisiko mengalami genosida. Surat terbuka itu pun menulis bahwa mereka bergabung dengan para mahasiswa dalam menyerukan gencatan senjata yang segera dan langgeng. Juga menyerukan pemerintah dan lembaga-lembaga AS untuk mengakhiri perannya dalam genosida yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza. Mereka juga menegaskan kembali komitmennya terkait memperkuat suara para mahasiswa, mengecam respons kekerasan yang dilakukan pejabat administrasi universitas terhadap aktivisme mereka, dan menuntut agar universitas menghilangkan kehadiran polisi dan kekuatan militer lainnya dari kampus. Sementara itu, pejabat Partai Republik dan tokoh media sayap kanan menuduh demonstrasi tersebut antisemitisme, dan secara keliru menyamakan kritik terhadap Israel dengan kefanatikan terhadap orang Yahudi. Meskipun terdapat laporan tersebar mengenai insiden antisemit yang sebenarnya di atau dekat perkemahan, banyak yang tidak dilakukan oleh pelajar melainkan oleh penyelundup. (Berbagai Sumber : Susandijani)

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.