Press "Enter" to skip to content

Hakim Federal Tunda Deportasi 50 warga Indonesia New Hampshire

Pengadilan Federal di Boston, Distrik Massachusetts memerintahkan Kantor Imigrasi AS untuk menunda pemulangan 50 warga Indonesia di New Hampshire, New England, ke tanah air.

NBC News mengabarkan, perintah itu dikeluarkan Kamis (1/2/2018) oleh Patti Saris. Hakim Distrik di Boston mengungkapkan ke-50 warga Indonesia yang tinggal secara ilegal di New Hempshire, New England itu diberi waktu untuk membuka lagi kasusnya. ‘’Mereka juga diminta mengemukakan kondisi di tanah air Indonesia, apakah telah berubah atau masih seperti dulu,’’ tulis NBC News.

Hakim Patti Saris memberikan waktu 90 hari bagi ke-50 warga Indonesia itu, untuk membuka kembali kasusnya, setelah mereka menerima surat pemberitahuan penundaan dari pengadilan. Perintah Hakim Patti Saris itu juga meminta, Badan Keamanan Dalam Negeri AS, yang membawahi ICE (Immigration and Costums Enforcement) untuk menunda deportasi ke-50 warga Indonesia itu, sampai Dewan Peninjauan Imigrasi menentukan kasus mereka.

‘’Penundaan deportasi ini setidaknya membuktikan bahwa kepentingan umum lebih diutamakan bagi para pemohon yang telah mematuhi hukum dan tidak menimbulkan ancaman keselamatan umum,’’ kata Hakim Patti Saris.

Keputusan itu, disambut hangat oleh Lee Gelernt, pengacara warga Indonesia tersebut. ‘’Opini seperti itu dapat menyelamatkan keselamatan banyak orang,’’ katanya. ‘’Hukum di negeri ini, tidak mengizinkan pemerintah mengirim kembali warga asing kembali ke negaranya untuk dieksekusi atau menjalani penyiksaan,’’ kata Gelernt dari American Civil Liberties Union’s Immigrant’s Rights Project.

Demikian juga Pendeta Sandra Pontoh, salah satu pemimpin komunitas Indonesia di New Hampshire. ‘’Saya hanya berharap agar teman-teman dapat menyelesaikan kasusnya dalam 90 hari ke depan. Ternyata hal itu dikabulkan hakim,’’ kata Sandra Pontoh, yang juga memimpin sebuah gereja Indonesia di Madbury, New Hampshire.

Gubernur New Hempshire, Chris Sununu juga menyambut baik keputusan Hakim Patti Sari. ‘’Pengadilan Federal setuju agar kasus ini ditinjau lagi,’’ katanya. ‘’Kami akan mencari jalan keluar untuk melindungi mereka dari penganiayaan berdasar agama, sehingga mereka bisa tetap tinggal di AS,’’ tulis Chris Sununu dalam pernyataan resminya.

Ke-50 warga Indonesia itu adalah para imigran tanpa dokumen, yang termasuk dalam program Indonesian Family Refugee Protection Act atau IFRPA, tahun 2012 lalu. Akta tersebut diusulkan oleh Pendeta Seth Karpel-Dale, pimpinan The Reformed Church of Highlandpark, New Jersey, dan disponsori oleh dua anggota parlemen AS. ‘’Jika berhasil, maka 5 ribu warga Indonesia boleh berdiam selamanya di AS,’’ kata Pendeta Seth kala itu.

Namun, setelah Presiden Trump berkuasa, para imigran non-dokumen pun dideportasi. Termasuk ke-72 warga Indonesia yang dilindungi Pendeta Seth Karpel-Dale. Bahkan, Herry Pangemanan baru saja mendapat Penghargaan Dr. Martin Luther King Jr, Humanitarian Award, dari Kecamatan Park Borough, karena membantu membangun 209 perumahan bagi para korban Angin Ribut Sandy. ‘’Petugas ICE tidak peduli jasa-jasa Harry,’’ kata Pendeta Seth. Setelah kasusnya ditunda, otomatis Herry Pangemanan bisa pulang ke rumahnya, setelah beberapa hari menginap di Gereja Highlandpark. Demikian juga tiga warga Indonesia lainnya yang sempat menginap sampai beberapa bulan di gereja tersebut.

September 2017 lalu, 4 warga Indonesia anggota The Reformed Church of Highland Park, NJ juga diciduk petugas ICE pada saat melakukan lapor diri. Mereka adalah Arino Massie, Saul Timisela, Rovani Wangko dan Oldy Manopo, yang sempat berada di sebuah tahanan imigrasi di Kota Elisabeth, New Jersey. Bulan lalu, dua warga Indonesia ditangkap petugas ICE saat mengantar anaknya ke sekolah. Dalam peristiwa itu, Herry Pangemanan berhasil meloloskan diri dan ditampung di Gereja The Reformed Church of Highlandpark.

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.