Press "Enter" to skip to content

Pertanian 4.0, Kunci Masa Depan Pangan dan Sustainable

Save Our Earth. Ajakan menyelamatkan bumi sudah didengungkan lebih dari setengah abad. Saat pengerukan sumber daya alam dan penggunaan bahan bakar fosil semakin tak terkendali  tak ayal planet yang kita tinggali semakin rapuh. Pertambahan populasi manusia  membuat ancaman krisis pangan di masa mendatang juga menjadi PR besar. Berkurangnya energi bahan bakar fosil dalam dua dekade ini membuat banyak orang lebih berpikir bagaimana menyelamatkan bumi karena memang  kelangsungan  hidup manusia bergantung pada seberapa besar kita menjaga bumi.

Menyelamatkan bumi dan bagaimana  pembangunan berkelanjutan (sustainable) kemudian menjadi acuan banyak pakar lingkungan di dunia termasuk akademisi. Ini pula yang dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang secara konsisten mencari solusi pentingnya agro industri berkelanjutan  menghadapi krisis pangan dan energi . Kali keduanya IPB mengelar hajatan 2nd International Conference on Innovation in Technology and Management for Sustainable Agroindustry (ITaMSA) yang berlangsung 25-26 Oktober 2021 lalu yang diselenggarakan secara daring ini.

Lewat gelaran kedua ini sekitar 70 paper  membahas tentang dua topik. Pertama, inovasi teknologi yang membahas produk agroindustri berkelanjutan yang inovatif dan teknologi hijau termasuk proses dan bioproses, pengemasan dan warehousing teknologi bisnis.  Topik kedua,  membahas Inovasi Manajemen dan Proses, Model Bisnis yang Inovatif dan Berkelanjutan di Agroindustri.

Konferensi internasional ini menghadirkan sejumlah pakar dan akademisi dunia. Hari  pertama  menghadirkan  pembicara  Dr. Guellermo Balgorria, Dr. Justinus Satrio, Profesor Randy Stringer, Profesor Yuki Saiko, Profesor Dr Anas Miftah Fauzi dan Profesor Vincent Rodin. Sedangkan hari kedua, Dr (HC) Nurhayati Subakat, Ir. Adhi S. Lukman, Prof Dr Khaswar Syamsu dan Sugianto Tadio, MSc.

Salah satu isu pada agro industri  merupakan salah satu faktor penting untuk mengukur GDP suatu negara. Demikian disampaikan Rektor IPB Prof. Dr. Arif Satria, SP,MSi. Sebagai keynote speaker pada acara  tersebut. Salah satu isu  agrobisnis adalah teknologi dan permintaan konsumen terkait produk. Hal ini menurutnya tak hanya berkaitan tentang ekonomi tetapi juga mempunyai nilai sosial dan lingkungan. “Untuk itu, penting bagi  kita semua untuk terus berinovasi dengan berbagai teknologi untuk sustainabele terutama di bidang  agroindustri,” katanya. Dia berharap melalui ITaMSA  kedua ini dapat memberikan banyak wawasan, diskusi dan solusi terkait agro industry berkelanjutan.

Sementara itu,  Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga Uno turut menyampaikan beberapa hal. Adanya pandemi, menurut Sandiaga Uno  banyak mengubah paradigama termasuk bidang pariwisata. “Kini pariwisata tak lagi mengejar jumlah turis yang datang ke Indonesia. Namun, lebih pada wisata berkualitas dan berkelanjutan. Saat ini kita menerapkan adaptasi dan kolaborasi,” paparnya.  Menurutnya, ada tiga strategis untuk menciptakan sektor ekonomi pariwisata. Agro tourism itu seperti sama halnya dengan pariwisata. Bagaimana agar para turis itu memiliki pengalaman agrikultur secara langsung. Bagaimana agrikultur itu didukung dari komunitas kecil, masyarakat pedesaan yang menyadari manfaat langsung dari pembangunan berkelanjutan.

Sandi mencontohkan, Bali yang amat tergantung pada bisnis pariwisatanya sebetulnya itu berkaitan erat dengan agrikultur. “Bisa digambarkan bagaimana persediaan makanan untuk para wisatawan itu sebagian besar pastinya didukung dari petani. Dari petani inilah yang menyuplai berbagai kebutuhan wisatawatan. Bagaimana memanfaatkan agrikulitur dan produk agroindustry dan pariwisata berkelanjutan tidak hanya meningkatkan pariwisata tetapi juga dapat meningkatkan penghasilan petani.”

Juga tentang kebutuhan penginapan mulai dari restoran, akomodasi (villa, bungalow, home stay) yang dapat memajukan desa-desa di Bali.  “Hal-hal ini semestinya mengalami peningkatan dengan adanya teknologi digital dan Internet of Things (IoT). Agro idustri dapat dikombinasikan dengan ekonomi kreatif . Saya mengharapkan banyak manfaat yang dapat didapat dari ITaMSA ke-2 ini yang membawa dampak positif bagi pembangunan berkalanjutan.”

Teknologi Pertanian 4.0

Salah satu pembicara dalam ITaMSA ini adalah Dr. Justinus Satrio,   ahli biofuel asal Indonesia yang mengajar di Villanova University, Amerika. Menurutnya, setelah  bahan bakar fosil berkurang dan akan habis, maka masa depan energi itu adalah biofuel. Bagaimana energi dihasilkan dari tumbuhan berupa biomassa, biomassa dari tumbuhan ini sumbernya lebih banyak. Bisa ditanam, diolah, ataupun memanfaatkan limbah tumbuhan.

Dalam ITaMSA  kedua ini, Justinus menyampaikan tentang “STEEP  (Social, Technology, Econominal, Environment, and Political)  Perspectives on  Sustainable Agriculture and WEF Nexus for Supporting Sustainable Development. Dalam pemaparannya dia, menyampaikan tentang  bagamana  pertumbuhan penduduk dunia abad ini yang diperkirakan   akan mencapai angka hampir 10 miliar jiwa pada tahun 2059. Untuk itu dibutuhkan makanan 70% lebih banyak dibanding dengan konsumsi makanan saat ini.  “Pertumbuhan populasi dunia, memberikan satu kesadaran adanya ancaman tentang  kekurangan pangan di masa depan,” kata Justinus.

The “nexus” adalah tempat sistem makanan, air dan energi bersinggungan. Dibutuhkan air untuk membuat makanan dan energi.   Di sini juga membutuhkan energi untuk bergerak, memanaskan dan mengolah air dan untuk menghasilkan makanan dan terkadang kita bahkan menggunakan tanaman pangan sebagai sumber energi. Salah satu faktor yang perlu dicermati adanya adanya pertumbuhan populasi  dan pola konsumsi dari kelas menengah yang dalam dua dekade ini terus meningkat. Paling tidak ada peningkatan di tiga hal yaitu kebutuhan air (40 persen), energi (sekitar 50 persen) dan makanan (35 persen).

Pertumbuhan penduduk  sama dengan permintaan makanan yang lebih tinggi. 10 miliar (penduduk dunia pada tahun 2050) = 70% (Lebih banyak makanan yang akan diproduksi oleh petani)

Urbanisasi ini katanya, akan mendorong perubahan pola konsumsi 36,4 kg (makanan olahan dan daging konsumsi daging tahunan per kapita 1997-1999 menjadi 45,3 kg (makanan olahan dan daging konsumsi daging per kapita tahunan 2030.

Sementara itu, di sisi lain masih terdapat 700 juta orang yang tinggal di pedesaan dan dilanda kemiskinan yang parah.  Melihat hal ini, Justinus menilai  ada beberapa masalah yang dihadapi. Yaitu:  bagaimana memberantas kemiskinan ekstrim dan mengurangi ketimpangan, mengakhiri kelaparan dan segala bentuk manipulasi, mengatasi perubahan iklim dan intensifikasi bahaya alam, membuat sistem pangan lebih efisien, inklusif, dan tangguh, mengatasi wabah hama dan penyakit tanaman dan hewan lintas batas yang semakin mengkhawatirkan, mencegah ancaman pertanian dan sistem makanan  lintas batas, dan   bagaimana mengatasi kebutuhan akan tata kelola nasional dan internasional yang koheren dan efektif.

Dari masalah ini, Justinus berpendapat solusi penting yaitu dengan Pertanian Berkelanjutan Masa Depan, yaitu Pertanian 4.0 Dunia termasuk Indonesia harus menghadapi dan penting mencari solusi untuk  memproduksi 70 persen lebih banyak makanan pada tahun 2050. Namun meskipun harus meningkatkan lebih banyak makanan harus menggunakan lebih sedikit energi, pupuk, dan pestisida, sambil menurunkan tingkat  gas rumah kaca untuk mengatasi perubahan iklim. Karena itu, teknologi lama yang sudah ada harus dimaksimalkan, sementara teknologi baru harus dihasilkan. Pertanian 4.0 mengacu pada istilah untuk tren besar berikutnya yang dihadapi industri untuk mendorong efisiensi bisnis yang lebih besar dalam menghadapi peningkatan populasi dan perubahan iklim. Pertanian 4.0. melihat sisi permintaan dan rantai nilai/sisi penawaran dari persamaan kelangkaan pangan.

Penulis: Henni T. Soelaeman

 

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.