Press "Enter" to skip to content

Dua Skenario di Balik Serangan Militer Rusia ke Ukraina

Penduduk pria dilarang meninggalkan Ukraina mulai Kamis 24 Februari 2022. Larangan itu dikeluarkan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky menyusul jam malam yang diberlakukan mulai pukul 22.00 hingga 7.00 pagi esok hari.

Kondisi Ibukota Kyiv tegang. Iring-iringan mobil mengular di jalan utama membawa penduduk mengungsi ke tempat-tempat aman. Di antaranya stasiun bawah Arsenalna, yang dikenal sebagai stasiun kereta bawah tanah paling dalam sedunia, karena letaknya 105,5 meter di bawah permukaan tanah.

Beberapa hari sebelumnya Pemda Ibukota Kyiv mengeluarkan peta 3 ribu buah gua anti bom dan 47 dari 52 stasiun bawah tanah, yang dijadikan tempat perlindungan. 

Bagaimanapun hebatnya persiapan Kyiv, namun korban jiwa tak terhindarkan. Menteri Kesehatan Oleh Lyashko mengumumkan tercatat 57 warga Ukraina tewas dan 169 lainnya luka parah, dalam serangan mendadak Rusia.

Lalu, kenapa Rusia tiba-tiba menyerang Ukraina?

Ada dua skenario penyebab penyerangan itu. Situs Entornointeligente.com mengabarkan Ukraina semakin mendesak milisi bersenjata gerilyawan separatis Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk. Keduanya terletak di wilayah Ukraina dan berbatasan dengan Rusia.

‘’Tiga belas kawasan penduduk digempur tentara Ukraina,’’ tutur Eduard Basurin, jurubicara milisi Donetsk. Satu orang korban tewas dan delapan lainnya luka parah dalam serangan militer itu. Menurut Eduard Basurin, kawasan Donetsk mengalami 50 serangan militer, menggunakan senjata artileri  152 mm dan 122 mm. ‘’Saya hitung sampai 300 serangan hari itu,’’ sambungnya.

Itu sebabnya, Vladimir Putin memerintahkan serangan udara ke Ibukota Kyiv sebagai tindakan balasan.

Skenario kedua disebabkan oleh perseteruan jaringan pipa Nord Stream 2. Pipa gas Rusia itu direncanakan mampu mengirim 55 miliar meter kubik ke Eropa. Proyek pembangunan bawah tanah bernilai $ 11 miliar dolar itu ditentang Ukraina yang merasa dirugikan karena tidak bisa lagi mendapatkan fee sebesar $ 1 miliar dari Rusia. Ukraina masih menikmati fee itu selama Rusia mengirim gas lewat proyek Nord Stream 1. Pembangunan tahap kedua itu dilakukan Rusia, dengan alasan jaringan pipa lama sudah lapuk, dan perlu diganti. Inilah salah satu penyebab ketegangan hubungan Ukraina dan Rusia.

Apalagi menurut situs Voice of America, VOA, ekspor gas Rusia itu bakal meningkatkan ketergantungan Uni Eropa terhadap Rusia. Khususnya Jerman yang mengkonsumsi sekitar 25 miliar meter kubik gas bagi kebutuhan rumah tangga warganya.

Dengan alasan itulah, Pemerintah Washington berusaha menghentikan proyek Nord Stream 2, sesuai kepentingan Ukraina. Ada kekhawatiran apabila Rusia menguasai ekonomi Eropa, maka AS akan ditinggalkan koleganya di Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO. 

Padahal Gazprom Rusia, hanya menanggung separuh proyek pembangunan Nord Stream 2. Separuh sisanya ditanggung renteng oleh Shell dari Belanda, OMW Austria, lalu ada Engie Prancis dan dari Jerman ada Uniper dan Wintershall.

Tampaknya Jerman masih enggan pada AS sehingga proyek pengiriman gas itu ditangguhkan setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin tak bersedia menghentikan serangan militernya ke Ukraina.

Mungkin serangan udara militer itu tak berlangsung lama, apabila proyek Nord Stream 2 dilanjutkan. Maklum dari Ibukota China, Beijing terdengar kabar burung bahwa China bersedia menerima gas dari Rusia bila Eropa membatalkan kiriman gasnya. (DP)

 

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.