Press "Enter" to skip to content

Sekitar 100 Warga Indonesia Ilegal Ditangkap di Malaysia

Hampir 100 warga Indonesia ditangkap dalam operasi pembersihan imigran gelap di Malaysia, Jumat pagi 1 Juli 2022. Di antaranya, seorang bayi berusia satu tahun dan bocah berusia 6 tahun yang ditinggal orang tua mereka, saat operasi berlangsung.

Harian Malaysia The New Straits Times mengabarkan, kedua orang tua asal Indonesia itu, melarikan diri dari operasi anti-ilegal imigran yang dilancarkan Departemen Imigrasi Kuala Lumpur, JIMKL. Operasi yang berlangsung pukul 1.30 pagi dini hari Jumat itu digelar di belasan rumah di kawasan perkampungan di Kampung Masjid, Segambut Dalam, Selangor, Malaysia.

Dalam operasi itu, terjaring sebanyak 92 warga Indonesia dan Bangladesh. ‘’76 terdiri dari 46 lelaki dan 23 wanita yang terjaring karena melanggar peraturan imigrasi setempat,’’ tutur Syamsul Badrin Mohshin, Direktur JIMKL, Jabatan Imigresen Malaysia Kuala Lumpur. 

Syamsul Badrin menambahkan, beberapa pelanggaran yang dilakukan antara lain: Tidak memiliki dokumen perjalanan yang valid; Melebihi izin tinggal di Malaysia, dan melarikan diri saat digrebek. ‘’Kami tidak bisa berkompromi dengan mereka,’’ kata Syamsul Badrin.

Taktik melarikan diri kemudian kembali lagi ke rumah mereka, banyak dilakukan para imigran gelap. Karena itu, pihak JIMKL menempatkan petugas imigrasi menunggui di rumah kediaman orang tua bayi dan bocah itu. ‘’Masih saja membandel sih,’’ tambah Syamsul Badrin kesal.

Program pembersihan imigran gelap di Malaysia, telah dicanangkan sebelum tahun 2000. Pada tahun 2022 lalu, Malaysia memberikan kesempatan bagi para imigran gelap untuk kembali ke tanah air dan diberi keringanan waktu beberapa bulan. Namun, kesempatan itu tidak digunakan para imigran non-legal yang tetap bermukim di Malaysia, dengan alasan kesulitan ekonomi di Indonesia.

Sementara itu, Harian The Star/Asia News mengabarkan, ribuan warga non-legal masih berada di sejumlah bandara dan terminal kapal ferry di Malaysia. 

Di Bandara Internasional Kuala Lumpur di Sepang misalnya, banyak di antaranya tidur kelelahan di kawasan parkir mobil. Sejumlah penumpang berdesakan menunggu anjungan keberangkatan di KLIA2. Petugas bandara dan kapal ferry kewalahan melayani ribuan penumpang yang berjubel di pintu keberangkatan. 

Hal yang sama terlihat pula di Johor Baru. Puluhan pekerja gelap dari Indonesia berbondong-bondong menghindari Program Rekalibrasi Tenaga Kerja. Program ini dicanangkan Pemerintah Malaysia untuk menghapus imigran ilegal. Program tersebut dimulai 16 November 2020 dan telah diperpanjang hingga 31 Desember 2021. Tapi, itu tadi, masih banyak kaum pekerja non-legal yang tetap berdiam di Malaysia hingga bulan Juli 2022 ini.

Alasannya macam-macam, mulai dari kekurangan dana hingga terlambat menerima gaji. Seperti yang dituturkan Rani, 40, operator di sebuah pabrik yang hendak pulang ke Kerinci, Batam tapi kekurangan dana. ‘’Saya mau pulang bersama keluarga lain, tapi saya belum terima gaji,’’ kata perempuan 40 tahun itu. 

Lain lagi cerita Afni Juwana Harfal. Wanita yang bekerja sebagai janitor ini berniat membuka usaha sendiri di kampungnya di Tanjung Pinang. Tapi tak punya dana untuk kembali. ‘’Sejak pandemi Covid-19 tahun 2020 saya sudah pengin pulang, tapi perbatasan keburu ditutup dan kami terpaksa tinggal di sini,’’ kata Febriyadi Armadi, 25, suami Afni Juwana.

Mohammad Rizali Noor, kepala urusan sosial dan kebudayaan, Konsulat Jenderal RI di Johor Baru mengungkapkan pihaknya masih memantau perkembangan dan situasi di terminal feri di  Stulang Laut dan Pasir Gudang. ‘’Kami mengantisipasi lonjakan penumpang menjelang berakhirnya program ini dalam beberapa hari ke depan,’’ katanya kepada Harian Singapura The Straits Times. (DP)

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.