Oleh: Liza Dwi Ratna Dewi
Sebuah grup band bernama ‘’Lair Musik Pantura’’ menggelar konser di Pacific Place Mall, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta, Jumat pekan lalu. Acara yang digelar dan diprakarsai oleh Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta ini untuk menggali cerita pengalaman kelompok grup band itu usai melakukan World Tour 2022 ke 20 kota luar negeri. Tour yang disebut ‘’Perjalanan 1000 km ++ World Tour 2022’’ itu antara lain di Toronto, Norwegia, Denmark, Swiss, Kingston, dan Jerman sepanjang Maret hingga Juni 2022 lalu.
Lair Musik Pantura berasal dari Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Kota ini dikenal sebagai penghasil genteng terbaik se-Asia Tenggara sejak jaman kolonial Belanda. Grup Lair, yang artinya Lahir dalam bahasa Cirebon beranggotakan 6 orang, yang dikomandani oleh Tedi Nurmanto, aktivis komunitas seni Jatiwangi yang menamakan diri Jatiwangi Art Factory (JAF) yang juga alumni program OneBeat 2016.
OneBeat adalah sebuah program pertukaran musik internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, untuk membangun dialog, kreativitas dan keterlibatan sosial guna membangun diplomasi antar bangsa.
Empat anggota lainnya adalah Aap Fauzan, Kiki Rasmadi, Tamyiz Ramadan, dan Pipin Kaspin yang juga kelahiran Jatiwangi dan aktif di JAF. Satu-satunya anggota perempuan adalah Ika Nasution, seniman residensi JAF asal Medan yang sedang menyelesaikan tesis di program studi antropologi, Universitas Indonesia.

Sebagai kelompok “Music from The Earth”, Lair Musik Pantura membunyikan alat-alat musik berbahan tanah liat, untuk menyuarakan masyarakat di tingkat akar rumput, dalam irama tarling kontemporer eksotik. Kelompok musik ini memainkan irama musik pantura khas Cirebonan dengan alat musik utama gitar genteng dan seruling tanah liat, atau Tarling yang berasal dari kata gitar suling. Sedangkan alat musik lain adalah tambur (gentong) dan genteng. Berikut ini rekaman video saat manggung di Isabel Bader Centre, Kingston, Canada.
Secara konsisten kelompok musik ini mengangkat cerita kehidupan masyarakat daerah Majalengka, Cirebon. Selain itu, Lair Musik Pantura juga berbagi cerita bahwa selain manggung, mereka juga mempertontonkan “musik obrog-obrog” di beberapa kota Eropa. Musik obrog-obrog adalah musik yang dimainkan keliling kampung untuk membangunkan orang sahur di bulan ramadhan.
Ciri khas musik obrog-obrog adalah adanya pengeras suara merk TOA berwarna abu-abu yang diletakkan di atas sepeda. Untuk ini Lair Musik Pantura membawa “TOA Wak Kosim”, yaitu TOA abu-abu yang dirakit seorang warga Jatiwangi bernama Kosim.

Tentang pengalamannya dalam ‘’1000 km ++ World Tour 2022’’, Tedi menuturkan “Kami tidak hanya harus solid di panggung, tetapi juga solid menjalani hidup bersama selama 4 bulan di berbagai tempat, berbagai situasi dan berbagai program bersama seniman dan pemusik lokal di berbagai negara”, katanya. Sementara Ika Nasution mengeluhkan kerinduannya pada makanan Indonesia. “Wah banyak sukanya, tetapi nggak ada tempe mendoan di kota-kota yang kami singgahi”,’’ ujar Ika

Dalam konsernya di Jakarta, Lair Musik Pantura membawakan 12 judul lagu, di antaranya ‘Roda Gila’ dan ‘Enter by The Wind’. Roda Gila adalah lagu yang sangat “pantura soul” karena menceritakan hiruk pikuk, panas dan debu yang menjadi bagian keseharian kehidupan para pengemudi truk di jalur pantai utara Pulau Jawa.
Lagu ‘Enter by The Wind’ adalah lagu yang bikin “ngakak” karena menceritakan orang sakit masuk angin. Lagu yang dibuat oleh seorang bule Norwegia ini, berisi lirik lagu yang mencoba memahami apa yang dimaksud masuk angin oleh orang Indonesia. Sedangkan dua lagu lainnya, hasil kolaborasi dengan Monica Hapsari, pemusik asal Yogyakarta.
* Liza Dwi Ratna Dewi: Dosen Fakultas Komunikasi & Desain Kreatif, Universitas Budi Luhur, Jakarta. @lizadwiratnadewi, @lairmusik, @jatiwangiartfactory
Be First to Comment