Press "Enter" to skip to content

Berkeliling Mengangkat Literasi dengan Membaca Raden Saleh

Oleh: Nuria Soeharto

Menurut Elizabeth Sulzby, 1986, literasi merupakan kemampuan kita mengolah dan memahami informasi ketika kita berkomunikasi (membaca, menulis, berbicara dan mendengarkan) sesuai tujuan. Dan data literasi yang dikeluarkan Program for International Student Assessment, PISA dari Organization for Economic Co-operation and Development, OECD pada 2019 menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara. Lebih sempit lagi, UNESCO menyatakan bahwa dari 1000 orang Indonesia, hanya satu yang bisa disebut sebagai pembaca.

Demi membantu mengangkat literasi Indonesia, para penulis novel sejarah Pangeran dari Timur, yaitu Iksaka Banu, dan Kurnia Effendi, serta penyuntingnya, Endah Sulwesi membentuk kelompok Membaca Raden Saleh.

Diawali dengan kebutuhan akan promosi buku, Banu, Kurnia dan Endah berkontak dengan pemilik perpustakaan Baca DiTebet, Wien Muldian dan Kanti W. Janis, yang lalu bersepakat untuk mengorganisasikan acara pertama Membaca Raden Saleh di perpustakaan tersebut, pada Juni 2022. Kegiatan ini makin berkibar ketika para pencinta literasi dari berbagai daerah mengajukan diri menyelenggarakan acara yang kemudian digagas menjadi sebulan sekali.

Agenda acara yang sama, mulai dari pembukaan, pembacaan, tanya-jawab dan diskusi, kunjungan ke lokasi bersejarah, diterapkan dalam variasi yang menyenangkan, sesuai kreativitas masing-masing penyelenggaranya. Bahkan bab buku yang dibaca pun disesuaikan dengan lokasi, tidak kronologis dari depan ke belakang. Jalan cerita Pangeran dari Timur yang tidak sesuai alur waktu, mempermudah pelaksanaannya di lapangan.

Sebagai novel sejarah, cerita itu sarat akan detil-detil penggambaran keberadaan Raden Saleh di masa kolonial Belanda, yang berkelindan dengan peristiwa dan tokoh-tokoh fiksi hasil rekaan para penulisnya. Jadi sangatlah menyenangkan ketika acara membaca diadakan dan dilanjutkan dengan kunjungan ke lokasi bersejarah yang disebutkan dalam novel tersebut.

Pada pembacaan ke dua di bulan Juli 2022 yang berlangsung di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Taman Ismail Marzuki, Cikini Jakarta Pusat, Klub Baca ini bergerak menuju bekas kediaman Raden Saleh yang kini menjadi Cagar Budaya Nasional, berada di lingkungan Rumah Sakit Cikini di Jalan Raden Saleh yang hanya sekitar 300 meter dari PDS HB Jassin. Bulan berikutnya, Agustus 2022, kegiatan ini kembali ke Tebet untuk menjadi bagian dari Festival Jakarta Literasi. Pada September 2022, Komunitas Silih Asah dan Reka Bogor menggalang anak-anak muda setingkat SMP-SMA mengadakan kegiatan Membaca Raden Saleh di Gedung ex-Karesidenan Bogor yang dilanjutkan ziarah ke makam Raden Saleh.

Oktober 2022, giliran Kelompok Nulis Aja Dulu yang adalah juga para alumni Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, mengorganisasikan kegiatan yang semula diniatkan diadakan di Vila Isola, gedung yang di awal pembangunannya pada 1933 ditujukan sebagai tempat tinggal dan kantor komandan divisi tentara Hindia Belanda yang berkuasa di Kota Bandung.

Namun karena satu dan lain hal, Vila Isola hanya bisa dilihat dari luar dan para pembaca Raden Saleh lalu menyempatkan diri berkumpul di daerah Braga, yang juga merupakan lokasi yang digunakan sebagai latar cerita Pangeran dari Timur. Pada November 2022, Kepala Museum Multatuli Rangkasbitung, Ubaidilah Muchtar membuka pendopo museum sebagai tempat pelaksanaan acara Membaca Raden Saleh ini dengan dibantu Kelompok Pemuda Lebak Bulus, untuk mengurus kegiatannya.

Setelah pembacaan selesai, Kang Ubai bersenang hati menemani para pembaca mengelilingi museum mungil yang sarat pengetahuan anti-kolonialisme, sementara para pembaca terpukau dengan kemampuannya yang begitu fasih menjelaskan berbagai detil tentang Max Havelaar, Multatuli, Banten dan Rangkasbitung.


Mengikuti ‘safari’ membaca bersama buku Pangeran dari Timur setebal 585 halaman ini tidak saja mengajarkan sejarah di masa Raden Saleh melainkan juga menyadarkan bahwa membaca dengan suara keras, ternyata tidak semudah harafiahnya.

Ada yang harus diperhatikan. Apalagi bila yang dibaca adalah novel sejarah. Tidak hanya (sepertinya) harus bisa terdengar menegaskan fakta tetapi juga memberikan nada dan rasa pada pernik-pernik cerita yang menyertainya. Terbiasa membaca cepat untuk diri sendiri, begitu membaca di depan khalayak, rasanya mata dan pikiran ini sudah berada di paragraf berikut, saat mulut masih bergerak di paragraf awal.

Agaknya, membaca dengan suara keras telah menekan pusaran waktu, menyelaraskan pikiran, akal dan ucapan dalam satu tautan garis lurus. Jadi bagaimana, berapa banyak yang telah membuat Klub Baca seperti Membaca Raden Saleh ini? (Foto-foto: Koleksi PDT)

7 Comments

  1. Wow that was unusual. I just wrote an very long comment
    but after I clicked submit my comment didn’t show up.
    Grrrr… well I’m not writing all that over again. Regardless, just wanted to say great blog!

  2. My partner and I stumbled over here by a different page and thought I should
    check things out. I like what I see so i am just following
    you. Look forward to finding out about your web page yet again.

  3. I’m not that much of a online reader to be
    honest but your blogs really nice, keep it up!
    I’ll go ahead and bookmark your website to come back down the road.

    Many thanks

  4. Thank you for any other wonderful article. Where else may anybody get that type of info in such a perfect way of writing?
    I’ve a presentation next week, and I’m on the look for such info.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.