Press "Enter" to skip to content

Gardika Gigih, Komposer & Artis ‘Soundscape’ Melakukan Penelitian di New York

Bagi sebagian besar orang istilah ‘’Soundscape’’ masih terdengar asing, bahkan bagi mereka yang tinggal di negara maju sekalipun. Hal inilah yang membuat Gigih, panggilan anak muda bernama lengkap Gardika Gigih Pradipta, tergerak untuk menekuni hingga membawanya ke Asia, Eropa dan Amerika. 

Tidak pernah terlintas dalam benaknya saat lulus dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta untuk berkecimpung dan meneliti dunia segala macam suara yang ada di lingkungan sekitar kita. Mulai dari suara alam, suara manusia, suara mesin, dan sebagainya. Dunia yang jauh dari hiruk pikuk materi tapi begitu dekat dengan keseharian.

Lahir di Sragen, Jawa Tengah pada 5 Agustus 1990. Anak tunggal dari pasangan Agus Purwoko dan Prasetyaningsih ini mulai berkecimpung di dunia musik saat berumur 9 tahun ketika sang ibu mendaftarkannya kursus privat untuk keyboard. ‘’Saat itu keadaan kami masih minus. Gaji saya sebagai Guru Tidak Tetap sebulan penuh, tetap saya pakai untuk les keyboardnya Gigih,’’ tutur Prasetyaningsih ibundanya. ‘’Dia ingat itu ya,’’ sambungnya kepada Indonesianlantern.com

Gandika Gigih (Foto koleksi pribadi)

Setelah kursus berjalan 5 tahun kecintaannya terhadap musik semakin dalam. Saat menamatkan pendidikan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta tahun 2007, Gigih memutuskan masuk jurusan Musik di Institut Seni Indonesia Yogyakarta untuk bidang studi Komposisi Musik. Di ISI Yogyakarta ia mulai menekuni piano di bawah bimbingan beberapa dosen. 

Tahun 2011 Gigih lulus dari ISI Yogyakarta dan mulai aktif di berbagai komunitas, kegiatan dan forum seni. Seiring dengan waktu karya-karya musiknya mulai bermunculan, begitu pula pergaulannya semakin luas dengan para musisi dari luar Indonesia. Pada Agustus 2011 karyanya untuk solo piano berjudul Kampung Halaman dipentaskan pertama kali di Bank ART Studio NYK Yokohama Jepang oleh komponis dan pianis Makoto Nomura.

Di tahun 2013 keinginannya untuk mengetahui lebih banyak tentang musik dari berbagai daerah di Indonesia membawanya kembali ke kampus. Kali ini ia mengambil program pasca sarjana Antropologi Budaya di Universitas Gajah Mada dan lulus 2015.

Jauh dari ingar-bingar pemberitaan media, ternyata Gigih telah beberapa kali menjadi fellow program beasiswa dari lembaga mancanegara. Antara lain: Fellow, The Japan Foundation Asia Center for Research – Soundscape 2019; Fellow, Balassi Intezet – Hungary 2019; dan Fellow, OneBeat Virtual Residency 2021. 

Karya-karyanya masih didominasi karya musik orkestra, walau demikian ia juga meramu karya untuk komposisi tunggal dengan instrumen pianika dan piano. Salah satu ciri khas karyanya adalah ia gemar bermain dengan bebunyian yang tercermin dalam salah satu karyanya untuk komposisi musik orkestra berjudul ‘’Train Music.’’ Kegemarannya mendengarkan suara gemuruh kereta, selain rinai hujan, sangat mewarnai komposisi tersebut.

Asian Cultural Council – 2022 Fellows Credit photo : Asian Cultural Council

Di tahun 2022 Gigih mendapatkan fellowship dari Asian Cultural Council yang bermarkas di New York. Proposal penelitiannya yang memikat hati para pakar di Asian Cultural Council, adalah studi tentang keragaman dan kekayaan ekosistem musik dan budaya di kota New York, khususnya jazz, Tin Pan Alley. Musik berbagai bangsa dan latar kebudayaan, hip hop, klasik, musik eksperimental dan elektronik. Mengingat New York sendiri adalah kota yang sangat multikultur.

Untuk itu selama enam bulan ia akan menjelajah sudut-sudut kota New York dan merekam nuansa musik yang menguak dari tiap relung kota yang tidak pernah tidur tersebut.

Welcome to the Big Apple, Gigih … (Jean Gerardino/DP) 

 

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Mission News Theme by Compete Themes.