Terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sempat menangis saat membacakan nota keberatan di depan Majelis Hakim. Ia menegaskan ucapannya yang menyinggung ayat 51 surah Al Maidah tidak bertujuan untuk menafsirkan ayat yang merupakan Firman Tuhan.
Ahok pun tidak memiliki niat sedikitpun untuk menistakan atau menghina agama Islam. “Jelas, yang saya utarakan di Kepulauan Seribu, bukan dimaksudkan untuk menafsirkan surah Al Maidah,” ujar Ahok.
Suara dari Gubernur DKI Jakarta nonaktif itu mulai parau saat menyampaikan sejarah kehidupan keluarganya. Ahok pun tidak bisa membendung airmatanya saat bercerita tentang harapan ibu angkatnya Misribu binti Acca yang.berharap Ahok bisa memimpin DKI Jakarta.
Berikut cerita Ahok tentang keluarganya
Dalam kehidupan pribadi, saya banyak berinteraksi dengan teman-teman saya yang beragama Islam, termasuk dengan keluarga angkat saya Almarhum Haji Andi Baso Amier yang merupakan keluarga muslim yang taat.
Selain belajar dari keluarga angkat saya, saya juga belajar dari guru-guru saya, yang taat beragama Islam dari kelas 1 SD Negeri, sampai dengan kelas 3 SMP Negeri. sehingga sejak kecil sampai saat sekarang, saya tahu harus menghormati Ayat-Ayat suci Alquran.
Jadi saya tidak habis pikir, mengapa saya bisa dituduh sebagai penista Agama Islam.
Saya lahir dari pasangan keluarga non-muslim, Bapak Indra Tjahaja Purnama dan Ibu Buniarti Ningsih (Tjoeng Kim Nam dan Bun Nen Caw), tetapi saya juga diangkat sebagai anak, oleh keluarga Islam asal Bugis, bernama Bapak Haji Andi Baso Amier , dan Ibu Hajjah Misribu binti Acca. Ayah angkat saya, Andi Baso Amier adalah mantan Bupati Bone, tahun 1967 sampai tahun 1970, beliau adik kandung mantan Panglima ABRI, Almarhum Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf. Ayah saya dengan ayah angkat saya, bersumpah untuk menjadi saudara sampai akhir hayatnya.
Kecintaan kedua orangtua angkat saya kepada saya, sangat berbekas, pada diri saya, sampai dengan hari ini. Bahkan uang pertama masuk kuliah S2 saya di Prasetya Mulya, dibayar oleh kakak angkat saya, Haji Analta Amir. Saya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih, apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkat saya yang Islamnya sangat taat.
Saya sangat sedih, saya dituduh menista agama Islam, karena tuduhan itu, sama saja dengan mengatakan saya menista orang tua angkat dan saudara-saudara angkat saya sendiri, yang sangat saya sayangi, dan juga sangat sayang kepada saya. Itu sebabnya ketika Ibu angkat saya meninggal, saya ikut seperti anak kandung, mengantar dan mengangkat keranda beliau, dari ambulans sampai ke pinggir liang lahat, tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Pemakaman umum Karet Bivak.
Sampai sekarang, saya rutin berziarah ke makam Ibu angkat, di Karet Bivak. Bahkan saya tidak mengenakan sepatu atau sendal saat berziarah, untuk menghargai keyakinan dan tradisi orang tua dan saudara angkat saya itu.
Yang membuat saya juga selalu mengingat almarhumah Ibu angkat saya, adalah peristiwa, pada saat saya maju, sebagai calon wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2012.
Pada hari pencoblosan, walaupun Ibu angkat saya, sedang sakit berat dalam perjalanan ke rumah sakit, dengan menggunakan mobil kakak angkat saya Haji Analta, ibu angkat saya, sengaja, meminta mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih saya. Padahal kondisinya sudah begitu kritis.
Dari tempat pemungutan suara, barulah beliau langsung, menuju ke rumah sakit, untuk perawatan lebih lanjut di ICU.
Setelah dirawat selama 6 (enam) hari, Ibu berdoa dan berkata kepada saya dan masih terus saya ingat dan masih akan saya ingat, kata beliau: “saya tidak rela mati, sebelum kamu menjadi gubernur. Anakku, jadilah gubernur yang melayani rakyat kecil.
Ternyata Tuhan mengabulkan doa Ibu angkat saya.
Beliau berpulang tanggal 16 Oktober 2014, setelah ada kepastian Bapak Jokowi menjadi Presiden, dan saya juga sudah dipastikan menjadi Gubernur, menggantikan Bapak Jokowi. Pesan dari Ibu angkat saya selalu saya camkan , dalam menjalankan tugas saya, sebagai Gubernur DKI Jakarta. (Republika.co.id)
Be First to Comment